#1

Namanya Rei.

Gadis kecil berkepang dua ini gembira alang kepalang. Hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah. Usianya baru lima, harusnya sih masih di TK B, tapi sebulan lalu Rei memprotes Ibunya.

"Bu, Rei bosen di TK. Udah bisa semua."

Ibunya hanya tertawa sambil menggeleng geli. Tadinya menganggap biasa saja ucapan anaknya. Sampai satu hari, mobil keluarga mereka berhenti di perempatan lampu merah, gadis kecilnya tetiba berucap patah-patah,

"T... T.. G.. Pri... Ok. Tg Priok, Bu!"
Ah ya ampun, ternyata Rei sudah bisa membaca! Satu mobil hampir menangis dibuatnya.
Rei cuma tersenyum polos, Ibunya tidak tahu bahwa sepekan belakangan Rei sudah mulai membaca koran.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Namanya Rei.

Hari ini hari pertamanya masuk sekolah. Menemukan SD untuk Rei jadi PR yang sulit buat Ayah Ibunya. Maklum, syarat usia masuk SD mutlak harus 7 tahun. Rei baru lima, di bawa kemana-mana tidak ada SD yang mau menerima. Sampai akhirnya Ayah Ibu menemukan satu SD yang baru berdiri. Masih cari murid, begitu kata Bagian Penerimaan Siswa. Rei dapat izin sekolah, asal harus sudah bisa baca.

Rei tidak pernah bisa lupa hari itu. Ayah Ibu memakaikan baju TK, lalu mengajaknya naik mobil. Rei tidak tahu mau kemana, Ayah Ibu cuma bilang Rei harus membaca di depan banyak orang pagi itu. Sampai di SD, Rei digandeng ke depan kelas. Laki-laki yang katanya Bapak Guru itu memberikan Rei sebuah buku. Rei membaca lantang. Tanpa patah-patah lagi. Rei, usianya 5 tahun 3 bulan, ia masuk sekolah dasar pertamanya.

"Sekolahnya jelek, Bu," begitu bisik Rei pada Ibu. Ibu cuma tertawa. Rei ikut nyengir. Walau toiletnya jelek dan kantinnya kotor, tetap saja, Rei senang sekali bisa sekolah.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Namanya Rei.

Usianya sudah 7 tahun sekarang, sebentar lagi kelas 3 SD. Tidak seperti teman-temannya yang suka membicarakan boyband, Rei masih senang bermain gambar dan boneka. Tapi buat Rei tidak apa, Rei selalu senang sekolah. Oh ya, sekarang Rei sudah pindah sekolah ke SD Swasta. "Sekolah yang lebih bagus, Rei," begitu Ayah bilang. Rei cuma nyengir mengingat tes masuk kemarin yang susah banget. Rei sampai harus membaca dua kali kertas jawabannya, banyak yang nggak yakin soalnya. Ah Rei, susah susah begitu ternyata lulus juga.

Rei senang sekali. Sekolah barunya bagus dan kamar mandinya bersih sekali, nggak seperti SD yang dulu. Rei juga suka dengan loker yang berjejer di depan kelasnya. Di sini memang anak-anak hanya membawa masuk buku sesuai dengan jam pelajaran, sisanya mesti disimpan di loker. Buat Rei, itu asyik! Sebab mukenah dan Al-Quran besar itu bisa ia taruh di loker. "Kalo mesti dibawa-bawa tiap hari kan berat," begitu alasan Rei tiap ditanya Ibu kenapa mukenahnya tidak dibawa pulang.

Sejak masuk SD swasta, Rei harus lebih sering baca buku. Anak-anaknya pintar semua, nggak kayak SD nya yang dulu. Ah ya, di SD pertamanya Rei jadi satu-satunya anak dibawah 6 tahun yang masuk 5 besar. Rei sih nggak ngerti apa itu 5 besar. Rei cuma tahu Ayah Ibu senang sekali saat pembagian rapor, pulangnya Rei dibelikan mainan dokter-dokteran. Di SD yang sekarang, susah sekali. Rei mentok di 10 besar. Walaupun rasanya susah, tetap saja, Rei senang sekali bersekolah.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Namanya Rei.

Untuk ketiga kalinya Rei pindah sekolah. Kali ini pindahnya jauuuhhh sekali, ke rumah Mbah Kakung dan Putri. Rei cuma ingat Ibu mengepak baju-baju Rei dan adik-adik, lalu mendorong mereka semua ke dalam mobil. Menyetir sendirian sampai ke rumah Mbah. Belakangan Rei mendengar istilah baru yang belum pernah ia dengar: pisah, cerai, talak. Rei kecil tidak paham, ia cuma tahu Ayah tidak lagi akan pulang ke rumah. Rei sih nggak sedih-sedih amat, soalnya Ayah galak, suka marahin Rei kalau ngajarin bikin PR. Yang buat Rei sedih, SD baru ini hampir-hampir menolaknya karena masalah umur. Rei sudah kelas 3, dikatakan harus turun ke kelas 2. Sedih sekali rasanya. Pulang dari SD, sesiangan Rei menangis di kamarnya. Rei cuma ingin sekolah. sekolah di kelas 3.

Tiga tahun akhirnya habis di SD baru ini (iya, akhirnya Mbah berhasil melobi supaya Rei langsung masuk di kelas 3). Gedungnya lebih jelek dari sekolah pertama Rei, apalagi toiletnya. Tapi Rei nggak peduli, Rei selalu senang pergi sekolah. Karena sudah terbiasa dengan ketatnya SD swasta, di sini Rei melejit sekali. Baru masuk saja, Rei langsung ada di 3 besar. Padahal usianya paling kecil sendiri, kalau main banyakan nggak nyambungnya. Tapi Rei senang, teman dan Ibu Gurunya baik semua. Ada sih satu-dua yang jahat, yang suka meledek Rei tanpa alasan. Tapi tetap saja, Rei kecil senang sekali bersekolah.

SD baru Rei ada 8 angkatan, semua digilir pagi-sore. Rei kebagian pagi, rasanya senang sekali. Sebab Rei suka keluar rumah mellihat matahari yang baru muncul. Rei juga suka bersijingkat di sepanjang jalan sekolah, memerhatikan daun yang masih berembun. Sekolah Rei dekaaaat sekali dengan rumah Mbah, cuma berjarak 8 rumah. Bel masuk dibunyikan pukul 7, tapi Rei kecil (hampir) selalu berangkat pukul 6. Rei senang berlarian ke pelosok kelas sendirian. Atau berjalan pelan di tangga (sekolah Rei punya 4 tangga yang berbeda, soalnya). Seru! Rasanya seperti princess yang hidup di kerajaan. Ah Rei, dunianya memang masih dunia fantasi dan imajinasi, usianya saja baru 8 tahun.

Belakangan, Rei jadi suka bertanya tentang Ayah ke Ibu atau Mbah, kenapa Ayah nggak pernah pulang. Ibu dan Mbah cuma menjawab kalau Ayah pulang ke rumahnya. Alis tebal Rei bertaut, "Rumah Ayah? Rumah Ayah kan disini, sama Rei." Mata Rei berputar, mencoba mengingat, kenakalan apa yang dibuat Rei sampai Ayah nggak mau pulang. Mungkin karena Rei susah sekali kalau ngerjain PR matematika, mungkin juga karena Rei belum jadi juara kelas. Rei kecil, polos sekali, ia jadi makin suka belajar. Rei ingin pintar dan juara, supaya Ayah mau pulang ke rumah. Di tahun terakhir sekolahnya, Rei mendapat nilai tertinggi untuk seluruh angkatan. Rei, usianya baru saja 11 tahun bulan lalu, ia diterima di SMP terbaik di kotanya. Ibu gurunya senang, Rei dapat ucapan selamat dari teman-teman. Ibu dan Mbah juga gembira, berhari-hari Rei dipuji di rumah. Nggak ada yang tahu, malamnya Rei nangis, Ayah nggak datang ke perpisahan SDnya. Padahal Rei dapat piala dan piagam. Tapi Ayah nggak ada di sana. Nggak, Ayah nggak pernah ada disana.




---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
*Cerita ini harusnya sih nyambung ke #2. Semoga ada mood untuk melanjutkannya. Sudah janji akan menulis (lagi) soalnya ;)

¡Compártelo!

0 komentar:

Posting Komentar

Selamat datang di Keluarga Hanif!
terimakasih yaa sudah berkunjung.. :)

Search

 

Followers

Rumah Bahagia ^__^ Copyright © 2011 | Tema diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger