Tiga Lelaki

Tidak banyak yang saya ingat tentang lelaki ini. Sebelum perpisahan itu terjadi, kami tidak dekat. Saat bertemu saya lebih banyak mendapatkan omelan, entah karena sikap saya yang kurang behave atau sekedar karena PR Matematika yang tidak juga mampu saya selesaikan secepat dia.


Saya ingat, ingat sekali. Betapa sejak kecil saya ingin menjadi anak terbaiknya. ingin ia melihat saya. Ingin sekali menunjuk-banggakan diri bahwa gadis kecil ini adalah putri terbaik yang pernah ia miliki.

Kesempatan itu pertama datang saat saya kelas 1 SD. Untuk pertama kalinya, nilai ujian matematika saya sempurna. tertinggi di kelas. Apa hal pertama yang saya lakukan? Di jam istirahat saya nekat keluar sekolah (yang tentunya sangat dilarang oleh SD swasta saya saat itu), untuk kemudian mencari telepon umum terdekat. Cepat tangan kecil saya menekan nomor kantornya. Saya ingat, ingat sekali suara saya meletup bahagia hingga terbata mengabarkan nilai sempurna yang saya pegang. Saya ingin lelaki ini menjadi yang pertama tahu, bahwa gadis kecilnya mampu menjadi sepertinya, selalu yang terbaik di kelas.

Apa yang saya dapat? Reaksinya datar. mengucap selamat namun dengan nada sedikit gusar. Entah mungkin ia tengah rapat, atau penat menghadapi tumpukan berkas di meja kantornya. Hal-hal yang tentu tak sampai dipertimbangkan otak anak-anak saya saat itu. Lalu saya ingat sekali, di akhir telepon ia menegur saya karena keluar sekolah tanpa izin. titahnya tegas : Cepat kembali ke sekolah! Secepat saya mengembalikan pesawat telepon ke posisi semula, secepat itu pula saya mencatat sakit saya hari itu.

Di hari-hari mendatang, saya nampak begitu perhitungan dengan lelaki ini. Silap, amarah, raut kecewa, gusarnya saya catat sempurna dalam memori. Dalam hati. hingga tak sadar ada amarah yang saya tumbuh-suburkan setiap harinya. Hingga perpisahan itu terjadi, saya terkejut menemukan ketiadaan rasa rindu. tidak sama sekali.

Membicarakan lelaki ini, tak bisa saya tak haru. Karena kisah ini bukan cuma tentang ia. Bukan hanya tentang amarah-amarah itu. lebih jauh lagi ini tentang pendewasaan saya memahami kehidupan. memahami bahwa semua tercatat rapi sebagai takdir di sisi-Nya. Lalu belajar paham bahwa daun yang jatuh tak pernah membenci angin yang menjatuhkannya..

Hingga di usianya yang menjelang separuh abad, lelaki itu mengucap kalimat yang membuat pertahanan saya runtuh. lebur tak bersisa. "Maafkan atas masa kecilmu yang pincang sebelah," begitu katanya. Lihat, untuk mengetikannya saja saya (lagi-lagi) menangis. 

Darinya saya belajar. Bahwa memaafkannya bukan sekedar untuk dia. Tetapi lebih untuk saya. Untuk membawa diri saya pada tahap penerimaan bahwa takdir terbaik saya adalah menjadi putrinya..

Terimakasih Ayah.. untuk semua kebaikan yang sulit sekali Tami ingat. Untuk yang paling samar sekalipun. Tami cinta Ayah.. cinta sekali..


Sedangkan lelaki ini, adalah tipikal khas polisi jaman orde lama. Disiplin nan tinggi dan keras watak yang kemudian menemani saya dari usia 7 tahun hingga menikah. Hatinya lembut, lembut sekali. Lelaki yang suka sekali berdiri di sekitar pagar -memastikan cucunya bermain dengan teman sepermainan yang "benar"- ini diam diam menangis saat gadis kecilnya bertanya polos, "Mbah, Tami setiap hari suka berdo'a sama Allah, supaya Ayah sama Ibu bersatu lagi.. Do'a Tami bisa terkabul ga Mbah?" Basah matanya di tengah kompor yang menyala dan penggorengan. Lalu berpura mengaku matanya perih terkena bawang.

Lelaki ini setiap pagi mengawali hari dengan membuatkan ceplok telur paling enak sedunia, yang kadang dimodifikasi dengan saus tomat racikan khasnya. Lalu saat cucu-cucunya pulang sekolah dan mulai meramaikan rumah dengan teman-teman sepermainannya, ia dengan wajah ramah mengambil lakban besar, untuk kemudian membuatkan pola pola demprak di garasi mobil. Belakangan cucunya paham, lelaki ini hanya ingin memastikan cucu-cucu yang tak lagi berumah sempurna, agar masa kecilnya tetap sempurna.

Lalu saat datang seorang lelaki melamar gadis kecilnya, lelaki ini tak banyak berkata. berhari-hari ia berdiam di kamarnya. Sempat kesal saya dibuatnya, karena tingkah lakunya membuat beberapa proses cukup tertunda. Hingga tergagap saya diberitahu : bukan perkara tidak mengizinkan, lelaki ini belum kuat melepas gadis kecilnya.

Hingga hari-hari dimana kini cicit perempuannya yang berceloteh riang meramaikan rumahnya, lelaki ini sering sekali berkelakar, "Dulu Tami pernah ditanya sama Ibu, 'Tami anak siapaaa?' Terus Tami jawab, 'Anak Mbah Kaaaakuuung!' Habis itu Ibu nangis hahahaha..."

Wajahnya berbinar bangga. Tak terkatakan.

Hingga detik ini, lelaki ini adalah pria pertama dalam hidup saya. Dan akan selalu seperti itu..







Untuk yang satu ini, kelu lidah saya berkata. terlalu banyak makna yang berhamburan, yang tak kan pernah cukup diwakili oleh satu atau dua paragraf.

Dia yang memahami "luka" saya sejak awal kami berkenal dekat. Dia yang paling tahu dimana pusat ketidakseimbangan saya, lantas menawarkan syurga sebelum syurga, "Akan aku bayar semua sakit itu, akan ku bahagiakan dirimu selalu.."

Pria yang membuat saya jatuh hati setengah mati. Hingga sejauh apapun saya berlari, saya pasti akan kembali padanya. Dan dia yang tahu segala keburuk-rupaan sifat saya, lalu memilih untuk tetap di sini. Di sisi.

Tidak ada yang tahu pada hitungan tahun keberapa kami akan melangkah bersama, tapi saya tahu pasti saya ingin terus bersama lelaki ini.

Ahmad Dzaky Hanif, aku mencintaimu... Terimakasih untuk lima tahun perjalanan yang menakjubkan. Terimakasih karena masih mau terus berusaha bersama. Hingga nanti di saat terburuk kita (oh yes, we haven't met the worst), biarlah tulisan ini menjadi pengingat, bahwa perjalanan kita memiliki terlalu banyak alasan untuk terus diperjuangkan. :')




Laki-laki bijak, perempuan hebat. Lelaki dan Perempuan sukses :)

"Faktor utama melejit atau tenggelamnya potensi seorang perempuan setelah pernikahan adalah keputusan dan tindakan suami.

Kita tentu sering mendengar bahwa di balik laki-laki sukses ada perempuan hebat. Sesungguhnya, di balik perempuan sukses pun ada laki-laki bijak.

Jika semua laki-laki dan perempuan bisa bersinergi dengan baik, maka sesungguhnya yang ada di dunia ini hanyalah laki-laki dan perempuan sukses.." 

-Sari A. Rahmawati-

Sssst.. Salam takzim saya buat kamu-kamu, lelaki dan perempuan yang mampu dan selalu berusaha bersinergi :) 

Jumat

You are never alone..
Just listen to your heart and Allah is always there.
You are never alone..
Through sorrow and through grief
Through happiness and peace

You are never alone 



Allah, apa kabar? Terimakasih untuk hari ini :)

Bagaimana?

"Bagaimana, bila akhirnya ku cinta kau?    Dari kekuranganmu, hingga lebihmu.."
-BCL-
 

 Buat seorang lelaki di sudut lain kota ini. Selamat bertemu nanti malam.
 Terimakasih sudah bersetia menjemput (hampir) setiap Jumat. Di pukul sepuluh malam sepulang kuliah. 
 I keep falling in love with you over (and over) again.. :)

Bully-Bully (an)?

Tentang bully-membully, saya rasanya sudah kenyang lahir batin dari SD hahaha..

jadi alkisah waktu saya pindah SD ke jakarta utara, yang cuma berjarak 8 rumah dari rumah Nenek dan Kakek saya itu, saya langsung di ketemuin sama anak perempuan yang langsung ngebully saya di hari pertama.
Jadi di hari pertama sekolah itu, anak-anak sekelas pada ribut kecuali gw (ya iyalah, namanya juga anak baru, menurut Ngana?). Lalu guru gw berkomentar, "Jangan ribut dong! Tuh kayak anak baru itu dong, kalem!" belakangan saya renungkan, ga wise juga si Bu Guru ngejadiin saya benchmark buat temen-temen yang lain. Mungkin beliau ga sadar, saya akhirnya dipersepsi "outgroup" sama temen-temen sekelas.

Hasilnya?
Disinisin lah gw di sama sekelas hahahaha..
Tapi namanya juga anak-anak (kelas 3 SD waktu itu), jadi ya ga lama-lama amat sinisnya.. (beda ye sama orang dewasa,dendam kebawa-bawa mulu *lahcurcol*)  pas istirahat udah diajak main bareng lagi. Udah lalala yeyeye lagi.

Nah tapi ada satu anak perempuan, sebut saja si D, yang sinisnya ga berhenti berhenti. Aslik sampe jam pulang sekolah dia menatap gw masih dari atas ke bawah, jauh dekat, bak sinetron di televisi itu! lalu ga cuma hari itu doang.. di hari-hari selanjutnya dia masih bertingkah laku serupa. Ajegileee.. kenal juga baru sehari udah begitu amat yak tu anak.

Belakangan gw ketahui, dia melakukan itu bukan sama gw doang, tapi hampir ke semua anak kelas. Yang lucunya, dia kalo musuhin orang ga mau sendirian. Kalo ada satu target yang dimusuhin, dia mem-woro-woro-kan anak lain buat ikutan musuhin si target itu. Gw kaget karena di sekolah gw yang lama, ga ada anak model begitu (sekolah gw yang lama itu sekolah swasta, ini yang bikin gw masih prefer sekolah swasta daripada negeri buat Aqila).

Si D ini seperti memang sudah menargetkan beberapa orang yang akan dia musuhin rutin per bulannya. Ganti bulan, ganti target. belakangan udah dewasa gini, saya mikir, bahaya banget ya ada anak model gitu di sekolah. Hiks.. *kekepqila*.

Nah sialnya, gw jadi salah satu dari beberapa anak yang -entah kenapa- masuk ke target si D ini. Gw dimusuhin rutin selama sekolah sampe lulus SD. Ciyus Enelan.

Lebih lebih lagi saat gw si anak baru yang tetiba masuk di kelas 3 SD, di cawu itu juga langsung masuk ke ranking 3. Idiiiihhhh, bullyannya tambah paraaah... Nyiksa psikologis banget, saya inget banget dari kelas 3 sampai 6 SD ada berpuluh episode pulang-ke-rumah-sambil-nangis-sesenggukan cuma karena seharian itu ga ada yang boleh (iya, beneran g ada yang boleh) jajan sama saya pas istirahat. dan pas di kelas ga ada yang boleh (beneran, pada dilarang) buat ngomong ataupun duduk sama saya.

Sakit, cyiin..

si D ini berbuat hal yang sama pada semua targetnya. tapi entah kenapa sama gw suka kelebihan bullynya dibanding yang lain. Makin tinggi nilai rapor gw, makin tinggi tingkat bully-annya. Aduh, puk puk si Tami kecil..
Tapi untungnya pas SMP, si D ini misah SMP sama saya. Dia ga dapet SMP unggulan (Tuhan tahu tapi Ia menunggu, rite?) , sedang saya masuk SMP unggulan bareng teman teman yang lain.

Selesai ga episode bullynya?

Pelakunya ilang, tapi efeknya enggak.
Aduh bentar, mencelos hati gw mau ngetik ini.

Belakangan setelah saya (lebih) dewasa, saya mengamati bahwa saya tumbuh sebagai orang yang takut sekali dengan kritik dan celaan orang lain terhadap diri saya. Sungguh,emosi yang muncul itu takut. Takut yang bikin saya merasa ga enak hati dengan yang mengkritik or mencela, bagaimanapun benar salah nya si pengkritik itu.

Kalau ditilik, mungkin ketika 3 tahun bersama si D itu, saya terlampau banyak menerima celaan di depan maupun belakang muka -yang walaupun banyakan ga benernya- tapi bikin saya kehilangan teman. Bikin saya jajan sendirian tiap istirahat sekolah (Aduh, gw nulisnya beneran mau nangis). Jadi asosiasi yang muncul di kepala saya adalah Kritik = Dikucilkan. Terlebih saat itu si D kan anti kritik. main musuhin orang tapi ga mau di blaming balik. Alhasil, saya tumbuh jadi orang yang ga bisa fight dengan si pembully. juga bikin saya dihantui rasa bersalah berhari hari kalau ada omongan jelek tentang saya dari orang lain.

Iya, saya insecure.


Itu pertama. Kedua, tentang memaafkan.

Selama jadi objek si D bertahun-tahun, saya masih inget betapa seringnya saya merasakan sensasi -mencekat-tenggorokan- dimana saya pingin membela diri, tapi ga bisa. karena temen-temen satu kelas pada nurut dengan si D. walaupun ada yang diem-diem di belakang nelpon dan ajak saya pulang bareng (bahkan mereka baru berani ngelakuin itu saat si D udah g ada di sekolah. kebayang ga pembully gw itu macem mana orangnya?) , tapi ketika di kelas saya kalah. posisi saya selalu kalah.

Saya ga sadar, ada dendam yang saya pelihara, beri makan, dan rawat baik baik sampai subur.

Hasilnya? Saya suuuuuuuuuliiiiiitttttt sekali memafkan kesalahan orang lain, terutama yang berhubungan dengan emosi takut. Ga cuma orang lain ya, inner circle saya termasuk. Keluarga besar, keluarga kecil, sahabat. Saya merekam baik setiap emosi negatif yang ditimbulkan dari kesalahan itu.



Astagah, betapa bully membully ini sungguh signifikan memengaruhi hidup saya.. :'(


Dan kayaknya saat ini saya dipertemukan kembali sama orang setipikal mbak D namun dalam skala yang lebih rendah.

Dan nyeseknya.
Sampe
ke
ubun
ubun...



Bedanya, sekarang Tami nya udah gede. Udah dewasa. udah kenal sama konsep asertif, empati, dan forgiveness. Udah tau bedanya soda sama air. Udah paham, bahwa ga semua semburan api, harus dibalas dengan semburan api juga -apalagi bensin-. Tapi kok outputnya tetep sama? Alih-alih membela diri, saya malah ngalah dan diem (lagi). Lalu pagi ini tetiba inget lagi kejadian masa kecil itu. Susye yee hidup guee..

Saya berusaha mengambil insight kalau saya harus sangat berhati hati sekali dalam mencela. karena celaan itu ibarat paku. Dan saya ga tau pasti orang yang saya cela itu, apakah ia seorang kertas, kaca, atau baja? jika paku celaan saya bertemu dengan seseorang yang hatinya seperti kertas, saya ga bisa pastikan berapa besar robekan yang saya buat disana. Saya ga mau gambling. Saya gak boleh gambling.

Huft, lega deh udah keluar apa2 yang saya simpen selama beberapa bulan yang lalu. Abis ini ke psikolog aahh..

Kamu tahu?

bahwa saya sungguh mudah sekali kagum pada orang yang pintar.


Lalu ketika pintar belum juga cukup.



Saya (akhirnya) menemukan (nya)


Seperti gabungan kedua orang yang sangat saya cintai



Kamu tahu?


Disini saya berhenti. Tidak, saya tidak mau memulai lagi. Karena mengakhirnya sulit. sulit dan sakit.


Dear kid(s), this is How I Met Your Father..

Malem minggu di rumah saat anak kecil udah bobo dan suami belum pulang, membuat suasana jadi rada "krik krik". Beklah, kita tumpahkan saja apa-apa yang ada di kepala selama sebulan ini kepingin nge blog cuma (sok) sibuk.

So kid(s), this is how I met your father..

Abi kalian, okelah saat itu Ami masih manggilnya "Dzaky" aja sih, hehe.. pertama kali Ami kenal pas SMP. kelas 1 SMP tepatnya. Itupun cuma denger selentingan aja, dari sana-sini kalo ada makhluk bernama Dzaky di sekolah. Kenal muka? enggak. hehehe.. Sampai di akhir semester 2 (kalo ga salah ya, Ami lupa >.<), tersiar kabar ada seorang anak dari 1-5 yang nilai ujian geografinya tertinggi se angkatan, yang mana saat itu se angkatan nilainya pada jeblok semua. Iya, termasuk Ami hahaha..

"Ohhh, jadi itu yang namanya Dzaky..", begitu respon Ami waktu tante Arin, temen sekelas Ami, nunjuk seorang cowok yang tingginya agak dibawah rata-rata, yang lagi duduk di bangku depan kelas 1-4.

Love at the first sight? No.

Ciyus enelan, Nak. rasanya datar aja. Bahahahhahaa...

Sampai di kelas 2 SMP, Ami hampir ga pernah interaksi langsung sama Abi kalian. Ami cuma tahu Abi itu anggota OSIS (karena diumumin di depan upacara), terus ketua MPK (karena diumumin juga di depan upacara), dan rajin ikut kepanitiaan ini itu (yang ini karena sering liat Abi wara wiri tiap ada acara sekolah). Eh iya satu lagi,si Abi gebetannya banyak! Hahaha.. lagi-lagi Ami dapetin cerita dari gosip sana-sini aja, dan emang beberapa kali pernah liat Abi sama temen perempuan. ga sengaja loh yaa nge-gap nyaaa :P

Intinya, Ami emang ga pernah ada intensi buat ngamatin Abi secara khusus. Ini bukan defense.. tapi emang lingkar pergaulan Ami dan Abi beeedaaaaa bangeeeet... Abi larinya ke organisasi, Ami ke *ehm* hura-hura bergembira. hampir ga beririsan :))

Sampai di kelas 3 SMP, ternyata Ami satu kelas sama Abi. Agak kaget juga, soalnya framing Ami ke Abi rada negatif gegara gosip-gebetannya-banyak-itu hihihihi... Apalagi pas pemilihan struktur kelas, Abi langsung ditunjuk jadi Ketua Kelas. dan Ami? Bendahara Kelas. Tempat main kami masih beda. Abi di organisasi. Ami (masih) sorak sorak bergembira. kenal ya sebatas temen sekelas aja.

Oh iya di kelas 3 ini persepsi negatif Ami ke Abi malah makin tambah, karena Abi susaaaaahhhhhh pake banget tiap ditagihin uang kas. terusnya seriiiiinggg banget ninggalin tugas ketua kelas gara-gara MPK dan OSIS things. Ami masih inget saat ada lomba menghias kelas dalam rangka 17 Agustusan, Abi menghilang se-ha-ri-an, ga ada kontribusinya sama sekali. padahal sorenya udah penilaian kelas. Alhasil Ami sama seorang temen cowok ngurusin kelas sampe jam 6 sore. Dan di sore itu Ami nyeletuk ke temen Ami, "David, gw ga-bakal-mau-milih-Dzaky-lagi-jadi-pemimpin!" saking kesel dan betenya :P

Lucu kalo diinget-inget, karena akhirnya Ami milih Abi buat jadi pemimpin utama Ami sekarang :P

Okeh lanjut, setelah SMP ya biasa lagi aja... masuk SMA, satu SMA lagi walau ga satu kelas. kalo perkara SMA nya barengan, bukan disengaja loh yaaa.. tapi emang anak SMP Ami dulu biasanya bedol desa ke SMA ini.. jadi wajar aja, apalagi yang kelas 3 SMPnya kelas unggulan, biasanya udah pegang golden ticket buat lanjut ke SMA yang ini :)

SMA kelas 1 biasa aja. As usual, Abi keliatan aktif lagi di kepanitiaan ini itu, lembaga ini itu, dan kawan-kawannya. Sedangkan Ami? Entah kenapa di SMA Ami bergeser jadi rada study oriented. jadi deketnya sama temen-temen yang suka belajar (bukan pencitraan ini loh ya hahaha). Apalagi waktu kelas 1 SMA, Ami pernah denger ada jalur masuk UI yang bisa tanpa tes kalau nilai kita bagus terus selama SMA. Jadi Ami udah targeting mau masuk UI tanpa tes dari kelas satu. (dan disini Ami belajar, keinginan yang besar itu ngaruh banget sama endurance kita dalam proses menujunya ;))

Intinya? Ya lingkaran pertemanan Ami dan Abi ga ngiris lagi. yang satu di OSIS, yang satu senengnya di kelas.

Tapi Allah memang pembuat skenario terindah, karena di SMA Ami dulu rohisnya kuat banget. dan karena Ami dulu lebih sering di kelas daripada kegiatan luar, akhirnya Ami (ga sengaja dan rada terpaksa hahaha) ikut kelompok mentoring tiap Jumat. dan karena intensitas mentoringnya lumayan banyak, Ami diikutin deh jadi panitia Idul Adha. Itu kepanitiaan pertama Ami lohhh.. hahaha *bangga*

Di kepanitiaan itu pertama kali inner circle Ami dan Abi beririsan. Karena setelah idul adha, ada banyak event rohis lain yang Ami ikutan, dan Abi pun ikutan. jadi lumayan sering interaksi, rapat bareng, eh tapi lebih sering si Abi sih yang mimpin rapatnya hahaha

Udah suka? Nope. Biasa ajaa.. Ngeliat Abi ya kayak cowok-cowok rohis yang lain aja. :)
Lagian waktu itu Ami belum berhijrah *ahem*, jadi ya ikut acara rohis ga terlalu intens banget kayak temen-temen lain yang udah rapih berjilbab.

Tapi tau ga? Ami bersyukur sekali pernah "terjebak" jadi panitia acara begitu. karena akhirnya Ami pake jilbab :) ga rapih rapih amat sih, tapi cukup bikin heboh satu sekolahan. Bukan apa-apa, dulu Ami suka banget ngomentarin anak-anak rohis yang pada kaku nan eksklusif (sampe sekarang masih sih hahaha), terus tetiba jadi "salah satu" dari mereka.

Saking ramenya, hari pertama Ami pake jilbab, ada satu temen cowok kucluk-kucluk nyamperin dan nanya, "eh, Elu pake jilbabnya hari ini doang apa gimana?" 
Hiks. jahatnyaaaa T.T

Okey, balik lagi ke cerita awal. Jadi abis pake jilbab, disitu si Abi mulai mengiris banyak di kehidupan sosial Ami. Lagi-lagi bukan perkara yang menyenangkan, tapi menyebalkan >.< Karena Abi satu satunya orang yang nyapa, "Assalamu'alaykum, Ujaaaayyyy.." berrrrrulang-ulang dan cuma berhenti kalo Ami jawab dengan nada marah. Dan itupun ditanggepin Abi dengan, "Kalo salam dijawab dong..kan doa, masa dijawab marah marah.." Zzzzzzzz....

lalu datanglah masa pemilihan ketua osis SMA. Seperti biasa, anak rohis pasti ngajuin calon sendiri. Nah waktu itu Ami direkrut sama Oom Isma buat jadi tim suksesnya. Ami langsung nge-iya-in karena belum pernah terjun ke lembaga sekolah. dan alasan kedua, kayaknya kece aja masuk ke tiap kelas jadi timses nya seorang calon ketua osis *mureeee* , alesan lainnya, konon Oom Isma itu calon yang dibawa dari rohis jadi ya Ami yang waktu itu baru banget pake jilbab ngerasa teridentifikasi aja sama visi misinya si Oom Isma ini. jadi marilah, Ami resmi deh jadi tim sukses Oom Isma saat itu.

Bisa nebak di saat itu Abi kalian jadi apa?
Yak betuuuullll... Abi juga maju jadi kandidat calon ketua osis hahahahaha..


Jadi waktu itu Abi dan Ami bersebrangan (lagi). Dalam hati rada puas sih, mengingat Ami bisa "membalas" si Abi yang udah sebulanan ngucapin salaaaamm melulu. Masalahnya bukan cuma salam sehari sekali. Tapi tiap ketemu. ketemu di kantin. di tikungan. di tangga. di pager sekolah. Zzzzzzzzzzz....

Jadi ya saat itu Ami mikirnya ini kesempatan bagus banget buat bantu Oom Isma menang supaya Abi kalah hihihi..

Dan Oom Isma beneran menang :)) Dengan intrik politik yang kelewat cihuy kalo diceritain dimari hehe.. Intinya Ami punya andil gedee banget sampe Abi kehilangan hampir separuh suara angkatan. Masih suka ditagih tuh sampe sekarang :P

Nak, kamu tahu ga kalo takdir itu seumpama untaian benang warna warni yang berisi milyaran warna? Satu warna benang, kadang ga terbayang bakal jadi penguntai simpulan takdir yang lain. begitu dan begitu. terus dan menerus.

Seperti ini jadinya ;)

Takdir Oom isma jadi ketua OSIS (dimana ada peran sabotase Ami di dalamnya hohoho), membuat Ami dimasukin ke jabatan Bendahara Umum. Lalu Abi? dimana Abi? Yak, Abi ada di jabatan Sekretaris Umum. Dimana kalo kita liat stuktur OSIS SMA, semua punya garis koordinasi kecuali bendum dan sekum. Mereka cuma dipisahkan dengan jarak kira kira 10 spasi.

"Itu harusnya ditambahin tanda tambah di tengah-tengahnya...," begitu ejekan Abi di sepanjangn kepengurusan OSIS. Oh iya, Ami belum cerita ya? jadi setelah kami resmi dilantik jadi pengurus osis dan otomatis sering kumpul di ruangan osis buat ngurus acara ini itu, Abi makin menjadi-jadi kalo ngasih salam ke Ami. bukan cuma assalamu'alaykum, tapi udah merembet-rembet manggil Ami dengan sebutan "calon istri' yang itu sungguh klaim sepihak, anak-anak. Karena waktu itu yang sesungguhnya Ami taksir bukan Abi, tapi temen deketnya hahahaha *digeplakbangdzaky*

Singkat aja ya, tau-tau udah kelas 3 SMA. menjelang UN. Abi dan Ami yang pada akhirnya jadi aktif beneran di rohis memilih buat ga memperpanjang masalah per-calon-istri-an ini. Walaupun kasak-kusuk di sana sini masih ada, dan bikin Ami ga nyaman. Abi melihat itu. Itu salah satu faktor yang bikin Abi lebih milih kuliah di ITB saat tau Ami dapet PMDK UI. Abi mau semuanya refresh dari awal. membiarkan Ami masuk lingkungan baru dengan persepsi yang netral, tanpa kebawa bawa gosip jaman SMA. Yahh, kalo diinget-inget sekarang, rasanya sweet banget hihihi. mengingat dulu Abi pengennya masuk kedokteran UI. tapi akhirnya banting setir ke penerbangan ITB. It must be hard for him. :')

baiklah dipersingkat, Ami dan Abi pun terpisah 127 km jauhnya (ngga ngitungin juga sih, ini jarak Bandung-Depok kata Abi setelah kami nikah), Abi ke ITB Ami ke UI. Eh iya, spoiler dikit Ami kan dulu taunya Abi mau masuk FKUI jadi santai-santai aja karena kepikir bakal sekampus lagi. Ami baru tau Abi milih PN ITB itu H-7 SPMB dan itu pun taunya ga sengaja karena ada temen yang keceplosan. Dan waktu itu... (iya ini alay banget), Ami nangis sampe rumah hahahaha... Setelah setahun di salam-in tiap ketemu, lalu menemukan kenyataan kalo bakalan ga sekampus itu... menyakitkan. (ya elah, defense mulu.. bilang aja udah mulai naksir disini, Miii hihihi..)

2007, Ami dan Abi pergi ke kampus yang berbeda. bertemu orang yang berbeda. Ketemu cuma setahun sekali pas acara buka puasa bersama angkatan. Eh dua ding, sama waktu acara acara promosi kampus. tapi emang waktu itu sebisa mungkin Ami datengnya pas bukan jadwal Abi dateng. sengaja nyelisihin, ahahaha gaya banget dah. Abisan takut sedih lagi. Daripada gak kuat hati, mending dihindarin aja :))

Beranjak ke tahun 2009, Ami kira Abi udah ga kepikiran lagi sama per-calon-istri-an itu. Yahh namanya juga masuk ITB, pasti kan ceweknya kece-kece (bilang aje minder, Miii..) , jadi ya Ami kirain Abi udah ga ngincer Ami lagi. Di UI juga kan cowoknya kece kece #lah oke balik ke fokus, jadi intinya ga kepikiran aja kalo Abi masih berniat jadiin Ami calon istrinya. Pernah sih diobrolin satu dua kali pas Abi telpon Ami. Tapi sekedarnya aja.. ga ada pembicaraan serius..

lalu awal Maret tahun 2009 Abi telpon, bilang serius kalau mau nikah sama Ami. (dan sayangnya g pake adegan take a bow sambil bertanya, "Will you marry me?" hahaha -efek kebanyakan nonton tipi kabel- *abaikan*), Ami jujur aja kaget.. ga nyangka kalau Abi bakal seberani itu. Karna waktu itu kita masih semester 5 kuliah. Akhirnya Ami cuma minta Abi ngomong ke Yang Kong untuk dapet penilaian objektif. Sama Yang Kong, Abi dapet approval

Setelahnya, Ami dan Abi pun sibuk dengan persiapan pernikahan di bulan Juli. Jujur aja sepanjang proses, Ami terus-terusan nanya sama diri sendiri, "Udah yakin siap? Udah yakin dia orangnya?" sempet maju mundur kebat kebit. sampai di suatu pagi yang cerah (ciyeeee..) Ami dan Abi lagi nunggu surat keterangan kelurahan buat ngurusin pengajuan nikah di KUA. saat itu karna tekanan psikologis jelang nikah, Ami emang ngerasa banyak cemberut akhir-akhir itu.

Abi         : "Kenapa sih, kok cemberut terus?"

Ami        : "Nggak. Gak papa"

Abi         : "Istri itu cantik karna dipuji, jadi kalo istri keliatan ga cantik, wahai suami, sudahkah memuji istrimu hari iniiii?" (nada setengah bercanda sambil nyengir)

Ami         : "OHH JADI AKU JELEK GITUU?!" (padahal dalam hati udah klepek klepek hahahaha..)

Sounds silly, tapi kamu masih liat kan bagaimana pola komunikasi Ami dan Abi sampe sekarang? yang njeblak, yang ga basa basi, yang tubrukan satu sama lain, yang model ngambeknya beda 180 derajat. yang begini. yang begitu.

Tapi begitulah rasanya menemukan dan melakukan komitmen penuh pada satu orang. yang kamu pilih dari jutaan kemungkinan lain di luar sana. yang dengan sukarela menyerahkan dirinya pada satu fase dimana ia akan dikelupas dari sifat baik yang tampak sampai bagian paling dalam yang bahkan tidak pernah kamu sadari. Seseorang yang bersedia menjadi ia-yang-tidak-sempurna, karena akan bersama menaiki kurva hukum Gossen, dan saling memegangi sangat penurunannya.

Love had seen the ugliest part of me, and it stays.

He does stay.

So kid(s), that's how I met your Father... :)

Belajar mencintai...

PROSES.


iya, saya lagi belajar mencintai proses. seperti yang pernah saya bilang di sini, saya itu tipikal manusia shortcut. apa-apa ga sabaran, apa-apa pengen udahan, dikit-dikit pengen langsung nyampe tujuan. padahal hidup ga seperti itu, ya kan?

Jadi saat ini saya lagi belajar mencintai proses. sebagaimana proses mencintai saya dengan setia menunggu saya untuk dewasa di tiap masalah yang ada, setia menunggu saya bangkit di saat jatuh, setia menunggu saya belajar walau mengeja perlahan.

duilee, serius amat mbak..

Wkwkwkw.. sebenernya tadi saya kepikiran nulis tentang aktivitas saya saat ini sih.. kenapa jadi ngelantur kemana mana yak? hahaha.. jadi disini lah saya, di depan sebuah laptop di ruangan HR kantor. mengisi istirahat shalat jumat dengan WA-an, blog walking, ngbrol sama anak magang, dan membayangkan sedang apa gadis kecil tercinta saat ini. lagi makan kah? lagi tidur kah? Kangen T.T

oh iya, sore ini saya bakal masuk kuliah insos di pekan kedua. kamu tau apa yang paling saya dapatkan dari dua semester berjalan ini? Saya benar-benar ketemu dengan apa yang disebut passion. Sesuatu yang bikin saya deg-degan tiap kamis malam, lalu mood kece sepanjang siang Jumat. karena apa? karena sore nya saya bakal kuliah! Iya, kuliah intervensi sosial.

Mungkin ini pertama kalinya saya ga pengen shortcut. saya ga pengen cepet cepet masa kuliah kelar. saya pengen terus masuk kelas buat baca jurnal atau dengerin dosen ceramah. Atau diskusi sama temen-temen di kelas. Iya, saya cinta banget sama jurusan ini :')

tapi ternyata di sana saya pun belajar mencinta proses. lagi-lagi. karena di tiap pertemuan, kami selalu ngebahas masalah di Indonesia yang -sunggguuuhhh- ga ada habisnya dan -sungguuuhhh- ga ngerti harus dari mana menyelesaikannya.

Seperti yang selalu saya celetukkan tiap kali suami jemput kuliah,

"Ay.. capek.."
"Capek kenapa? capek kuliah?"
"Bukan, Capek mikir. masalah Indonesia kok banyak banget ya.."

dan itu terjadi setiap kuliah berakhir.

Tapi ya itu tadi, saya lagi belajar mencintai proses. bahwa bangsa ini lagi bergeliat, bertumbuh, ke arah yang lebih baik. bahwa ga semua bisa saya lakukan, tapi sesuatu pasti bisa, pasti ngefek, pasti lama-lama signifikan. tinggal nunggu tipping pointnya aja.

Ya elah, jadi serius lagi kan nulisnya :P

Udah, mending hore-hore aja. menikmati kalo semua hal yang saya lakukan dan dapati saat ini, semua karena proses :D . bukan cuma saya, tapi kamu juga kan? Buat semua yang sedang berproses di luar sana, selamat belajar mencintai proses ya... :)

Search

 

Followers

Rumah Bahagia ^__^ Copyright © 2011 | Tema diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger