Untuk Dey.

Ingatkah Dey, awal perkenalan kita dulu? saat pertama berjumpa di masjid UI, lalu kita melingkar penuh kehangatan. Lingkaran 2007 yang kelak diamanahi membumikan dakwah di psikologi. Ingat?

Lalu Dey, saat wawancara PSAF. Tanya mu buatku membeberkan rencana jangka panjang hidupku. Sederhana ya? tapi tahukah? kau adalah teman kampus pertama yang ku beritahu tentang itu.

Selasar dekat KanLam, masih membekas di ingatanmu? Ketika kau melintas, lalu kutarik untuk duduk di sampingku. Ku ceritakan tentang dia, yang bahkan diriku sendiri pun menolak untuk menceritakannya. Tapi denganmu, semua mengalir begitu saja. Aku masih ingat tepukan mu saat itu. Ah Dey, kau memang selalu mampu tenangkan hatiku.. entah kenapa.


Juga syuraa'-syuraa' pagi kita. jam berapa? enam? setengah tujuh? di lantai 2 MUI? Bersama kita sambut udara pagi yang melesap dalam paru-paru. Membakar semangat untuk kembali hidupkan pelita ummat. Untuk yang ini, mungkin bukan hanya kau, mereka juga sangat ku rindukan. Apa kita sebut mereka dulu, Dey? Keluarga. Ya.. keluarga kita..

Semua berjalan indah hingga ujian itu datang. Ujian lintasan hati. Aku dari masa lalu; sedang kau menemukannya baru. Tapi sejatinya mereka sama: berkelebat, menderu, mengeruhkan batin. Satu yang ku sesalkan saat itu, Dey.. kenapa kita tidak saling berpeluk melawannya? kenapa aku justru menjauh, dan kau sepertinya begitu. Atau waktu? Ah.. kesibukan pun jadi kusalahkan karena ia jauhkan aku darimu.

Dey yang selalu baik hati, sudahkah aku katakan bahwa aku menetes kala membaca blog mu tentang aku? tentang Mamah, si Cerdas, dan Ninul? Belum ya? baik ku katakan, aku menangis saat itu. Dedeyy, bahkan di saat aku sendiri tak percaya dengan diriku, dengan kerapuhan 'amalanku, tulisanmu bangkitkan jiwa bahwa hey, ada seseorang yang menyayangimu, Tami! Just don't give up!


Tahukah, Dey? sesungguhnya aku benci dipanggil "Jay". Sungguh benci. Tapi entah kenapa untukmu, itu tak berlaku. Maka ku mohon Dey, jangan pernah berhenti memanggilku dengan "Jayang". Aku cinta panggilan itu!

Dey, (insyaallah) saudariku di syurga.. kadang aku begitu iri. Iri dengan ketulusanmu. Iri dengan tatap mata yang selalu sungguh-sungguh mendengarkan itu. Iri dengan Ibu mu yang begitu luar biasa (sampaikan salamku padanya, ya.. semoga aku pada 'Aqila bisa sepertinya). Aku iri. sebab kau begitu baik, setidaknya di mataku begitu.

Dey, perempuan itu sekuat baja. tapi hatinya sungguh lembut. Maka wajarkanlah. Wajarkanlah apa yang berkebat-kebit di hatimu saat ini. Sebab jika kau lawan itu, maka kau tengah melawan sunnatullahmu.

Hey Dey yang sekuat baja, aku tak punya apa selain do'a yang selalu kuutas tiap harinya. Agar Allah terangkan qalb mu dengan hangatNya. Agar Allah dekap dirimu erat-erat. agar sembuh luka mu, Dey..


Dan tentang luka itu.. Percayalah.. ia seperti paku yang ditancap lalu dicerabut. Bekasnya akan terus ada. Tapi kita punya waktu, Dey.. ia akan mengurangi sakitnya. Dan kita punya Rabb bukan? Dengan segala keMaha-annya Ia kan hilangkan bekasnya. Bukankah kau percaya bahwa Ia selalu Maha Cinta?

Dey, jangan kau bosan dengan frase ku ini ya:
Aku mencintaimu karena Allah, Dey.. :')







¡Compártelo!

0 komentar:

Posting Komentar

Selamat datang di Keluarga Hanif!
terimakasih yaa sudah berkunjung.. :)

Search

 

Followers

Rumah Bahagia ^__^ Copyright © 2011 | Tema diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger