Saya lagi sedih.
beban pensos kognitif lagi super berat akhir-akhir ini.
belum lagi tugas pelatihan saya yang belum jelas pula juntrungannya hendak kemana.
Huff... well, Tami, this is not about ur academic, rite?
Yap.. ini bukan soal akademik saya kok.
Saya cuma sedih. sediiiih sekali..
sedih karena saya yang sudah berumur 20 tahun ini, belum juga bisa mengendalikan perasaan dengan baik. emosi saya susaaahh sekali diajak asertif. masyaallah.. padahal saya kan anak psikologi.
sumpah. saya kepingiiin banget bisa jadi kayak ibu saya. yang ketika bete, marah, ataupun tersakiti bisa tersenyum, bahkan berlaku ramah pada pihak si pelaku.
saya kepingiiiin banget punya ketulusan kayak beliau yang bisa tahan emosi pas kesel, atau minimal deh, ga munculin muka bete ke permukaan. sumpah saya pingin banget bisa kayak gitu.
ini bukan tentang rumah tangga saya kok :)
saya cuma lagi kesel sama diri sendiri: atas ketidakmampuan mengelola emosi-emosi yang bergejolak dengan apik.
ga kayak Ibu. atau suami saya yang bisa easy going dan ga terlalu masukin semua stimulus ke hati.
saya ga bisa. ya ampuuuunnnn.. kenapa ya saya perasa banget jadi orang?
beneran deh, semua stimulus pasti saya masukin ke hati. yang negatif terutama.
jadinya ya begini, kepikiran berhari berbulan bertahun. jadi kerak di hati dan itu buruk banget kan?
satu lagi:
kenapa ya saya begitu gampang mengevaluasi keburukan ya dibanding kebaikan?
dan terlalu membanding-bandingkan?
Padahal kan tiap orang ga bisa ya, saya rubah supaya bisa penuhin apa mau saya?
curhat ya jadinya? ;)
by the way, saya nemuin renungan bagus tentang bersyukur nih, tentang sesuatu yang lagi saya coba resapi saat ini.
Saya BERSYUKUR:
1. Untuk istri yang mengatakan malam ini kita hanya makan mie instan, karena itu artinya ia bersamaku bukan dengan orang lain
2. Untuk suami yang hanya duduk malas di sofa menonton TV, karena itu artinya ia berada di rumah dan bukan di bar, kafe, atau di tempat mesum.
3. Untuk anak-anak yang ribut mengeluh tentang banyak hal, karena itu artinya mereka di rumah dan tidak jadi anak jalanan
4. Untuk Tagihan Pajak yang cukup besar, karena itu artinya saya bekerja dan digaji tinggi
5. Untuk sampah dan kotoran bekas pesta yang harus saya bersihkan, karena itu artinya keluarga kami dikelilingi banyak teman
6. Untuk pakaian yang mulai kesempitan, karena itu artinya saya cukup makan
7. Untuk rasa lelah, capai dan penat di penghujung hari, karena itu artinya saya masih mampu bekerja keras
8. Untuk semua kritik yang saya dengar tentang pemerintah, karena itu artinya masih ada kebebasan berpendapat
9. Untuk bunyi alarm keras jam 5 pagi yang membangunkan saya, karena itu artinya saya masih bisa terbangun, masih hidup
10. Untuk semua masalah dan penderitaan hidup yang saya alami, karena itu artinya saya memiliki pengharapan hidup kekal yang penuh suka cita di surga.
Allah, it's all just about gratitude, rite?
Roar
1 bulan yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
Selamat datang di Keluarga Hanif!
terimakasih yaa sudah berkunjung.. :)