"Business is about putting money on your OWN pocket. Yes, it's business, but not the way of life.
A way of life business is not about being the star, but standing as the star-maker. It is not only about increasing your prosperity, but also your business partner, your 'employee', your client, or whatever they called. Can you?" (dr. Eduard Hutabarat, dalam seminar 4Life di Bandung, 2012)
Saya ga tau harus mulai dari mana.
Ibarat orang yang baru nikah, saya lagi PDA PDA nya sama 4Life, hehehe..
tapi untuk kata-kata diatas, saya ga tahan buat ga nulis di blog.
Serius deh, itu kata 'jleb' banget buat saya.
Dari dulu saya kepingin lulus kuliah trus jadi pengusaha. Alasannya apa? Pengen bisa kasih lapangan kerja buat orang lain, that simple. Saya sempat usaha bikin gamis, dan sempet saya publish juga di blog ini. Tapi bisnisnya berhenti di tengah jalan karna satu dua tiga (banyak) hal, hehehe.
Lalu, saya pun melanjut jalan menjadi karyawan. Kalo sudah jadi karyawan, jelas kemampuan buka lapangan kerja saya hanya terbatas pada khadimat dua orang di rumah. Lebihnya? ya susah. Jam kerja aja senin-jumat 7-4, pulangnya full ngurus suami dan anak, gimana mau buka usaha? :)
Selama ini, saya ga terlalu banyak merenung tentang dinamika karir saya selepas lulus kuliah, sampai akhirnya "ditampar" keras sama dr.Edu dengan ucapan beliau di seminar 4Life kemarin.
Yap, kebermanfaatan kita harus meluas ga cuma di diri dan keluarga. IMO (sekali lagi, IMO yaaa..), yang saya rasain saat jadi karyawan, saya ga selesai dengan diri dan keluarga. Muteeeerr aja disitu. Ya, saya bicara tentang gaji yang bisa dibagi. Karna gaji saya sudah ditakar, begitu juga saya mentakar anggaran rumah. jadilah gaji saya hanya berputar di: dapur, khadimat. dapur, khadimat. dapur, khadimat. gitu-gituu aja.
Saat usaha gamis, ternyata ga jauh beda. Saya memang memperkerjakan orang, tukang jahit. Tapi alih-alih mensejahterakan karyawan saya, yang ada justru saya berpikir bagaimana bisa menekan ongkos jahit semaksimal mungkin supaya produk saya biaya produksinya rendah dan bisa saya jual dengan harga yang kompetitif di pasar.
Perhatikan kalimat yang saya buat italic. Ternyata saya ga mensejahterakan. Ya, saya memang buka lapangan kerja, tapi memang hanya buka lapangan kerja. Mensejahterakan karyawan? tanda tanya besar. kalau begini saya jadi mikir, sebenernya saya ini buka lapangan kerja atau memerah keringat orang sih?
Ini bukan lagi nyindir siapa-siapa, I'm just talking about my self. Serius, rasanya malu banget denger perkataan dr.Edu tentang apa itu "real business". Demi Allah, ga sekedar buka lapangan kerja! Tapi juga mensejahterakan karyawan! Membuat mereka bisa mendapat penghasilan seBESAR kita sebagai atasannya, bahkan LEBIH. Demi Allah, bahkan LEBIH!
Di titik ini, gaung tanya sang dokter masih berteriak keras di telinga saya,
"CAN YOU?"
Roar
1 bulan yang lalu
1 komentar:
aku ditampar juga nih sama postingan kakak. iya juga ya kak.. aku juga mikir yang sama kayak kakak sih, gimana caranya supaya untung besar sedangkan biaya produksi dan gaji pegawai kecil. hmm... jadi ada bahan introspeksi nih.
Posting Komentar
Selamat datang di Keluarga Hanif!
terimakasih yaa sudah berkunjung.. :)