Tidak banyak yang saya ingat tentang lelaki ini. Sebelum perpisahan itu terjadi, kami tidak dekat. Saat bertemu saya lebih banyak mendapatkan omelan, entah karena sikap saya yang kurang behave atau sekedar karena PR Matematika yang tidak juga mampu saya selesaikan secepat dia.
Sedangkan lelaki ini, adalah tipikal khas polisi jaman orde lama. Disiplin nan tinggi dan keras watak yang kemudian menemani saya dari usia 7 tahun hingga menikah. Hatinya lembut, lembut sekali. Lelaki yang suka sekali berdiri di sekitar pagar -memastikan cucunya bermain dengan teman sepermainan yang "benar"- ini diam diam menangis saat gadis kecilnya bertanya polos, "Mbah, Tami setiap hari suka berdo'a sama Allah, supaya Ayah sama Ibu bersatu lagi.. Do'a Tami bisa terkabul ga Mbah?" Basah matanya di tengah kompor yang menyala dan penggorengan. Lalu berpura mengaku matanya perih terkena bawang.
Lelaki ini setiap pagi mengawali hari dengan membuatkan ceplok telur paling enak sedunia, yang kadang dimodifikasi dengan saus tomat racikan khasnya. Lalu saat cucu-cucunya pulang sekolah dan mulai meramaikan rumah dengan teman-teman sepermainannya, ia dengan wajah ramah mengambil lakban besar, untuk kemudian membuatkan pola pola demprak di garasi mobil. Belakangan cucunya paham, lelaki ini hanya ingin memastikan cucu-cucu yang tak lagi berumah sempurna, agar masa kecilnya tetap sempurna.
Lalu saat datang seorang lelaki melamar gadis kecilnya, lelaki ini tak banyak berkata. berhari-hari ia berdiam di kamarnya. Sempat kesal saya dibuatnya, karena tingkah lakunya membuat beberapa proses cukup tertunda. Hingga tergagap saya diberitahu : bukan perkara tidak mengizinkan, lelaki ini belum kuat melepas gadis kecilnya.
Hingga hari-hari dimana kini cicit perempuannya yang berceloteh riang meramaikan rumahnya, lelaki ini sering sekali berkelakar, "Dulu Tami pernah ditanya sama Ibu, 'Tami anak siapaaa?' Terus Tami jawab, 'Anak Mbah Kaaaakuuung!' Habis itu Ibu nangis hahahaha..."
Wajahnya berbinar bangga. Tak terkatakan.
Hingga detik ini, lelaki ini adalah pria pertama dalam hidup saya. Dan akan selalu seperti itu..
Untuk yang satu ini, kelu lidah saya berkata. terlalu banyak makna yang berhamburan, yang tak kan pernah cukup diwakili oleh satu atau dua paragraf.
Dia yang memahami "luka" saya sejak awal kami berkenal dekat. Dia yang paling tahu dimana pusat ketidakseimbangan saya, lantas menawarkan syurga sebelum syurga, "Akan aku bayar semua sakit itu, akan ku bahagiakan dirimu selalu.."
Pria yang membuat saya jatuh hati setengah mati. Hingga sejauh apapun saya berlari, saya pasti akan kembali padanya. Dan dia yang tahu segala keburuk-rupaan sifat saya, lalu memilih untuk tetap di sini. Di sisi.
Tidak ada yang tahu pada hitungan tahun keberapa kami akan melangkah bersama, tapi saya tahu pasti saya ingin terus bersama lelaki ini.
Ahmad Dzaky Hanif, aku mencintaimu... Terimakasih untuk lima tahun perjalanan yang menakjubkan. Terimakasih karena masih mau terus berusaha bersama. Hingga nanti di saat terburuk kita (oh yes, we haven't met the worst), biarlah tulisan ini menjadi pengingat, bahwa perjalanan kita memiliki terlalu banyak alasan untuk terus diperjuangkan. :')