Beloved 'Aqilla

Abhiwa dan Bunda mu memang berbeda, Cantik.

Lihat! kami saja ingin dipanggil oleh mu dalam tatanan yang kurang seirama:
Abhiwa-Bunda, instead of Abi-Ummi atau Ayah-Bunda.


Shalihah, ketahuilah bahwa kami memang berbeda! maka jangan terkejut ketika dewasa nanti dan kognisi mu mulai memasuki tahap konkrit operasional, lalu melihat Bunda mu yang akan sangat mudah tersedu sedan menonton suatu film, sedang Abhiwa mu cukup menggeleng kepala dan tetap tenang.

atau nanti, saat asupanmu tak lagi hanya ASI;
ketika langkahmu riang menghampiri meja makan dan menemukan begitu banyak lauk yang beraneka dan kontras.
Right, dear, kami punya makanan kesukaan yang saling berselisih pandang.

atau nanti,
saat Bunda mu bersemangat mengajakmu berpesiar keliling dunia,
lalu Abhiwa mu akan berkata, "Ti-dak."

juga saat Bunda menyemangati mu untuk rajin membaca,
sedang Abhiwa mu bicara, "Bundaaa, musik saja!"


Ah ya, kelak kau pun mungkin akan tergeleleng dan tergelak mengetahui betapa uniknya perpaduan Abhiwa dan Bunda mu ini!

tetapi ketahuilah,
Abhiwa dan Bunda mu memang berbeda -hampir dalam segalah hal-, Chiwa sayang..

tetapi satu kepastian yang akan selalu sama:
mencintaimu dengan luar biasa!

:)





Hey Shalihah, 
thank you for choosing us as your parents!
yakinlah,
kan kami buat hari hari mu bernama bahagia sahaja..

 this note is inspired from here.

ini cuma tentang bersyukur, Tami!

Saya lagi sedih.

beban pensos kognitif lagi super berat akhir-akhir ini.
belum lagi tugas pelatihan saya yang belum jelas pula juntrungannya hendak kemana.

Huff... well, Tami, this is not about ur academic, rite?
Yap.. ini bukan soal akademik saya kok.

Saya cuma sedih. sediiiih sekali..

sedih karena saya yang sudah berumur 20 tahun ini, belum juga bisa mengendalikan perasaan dengan baik. emosi saya susaaahh sekali diajak asertif. masyaallah.. padahal saya kan anak psikologi.

sumpah. saya kepingiiin banget bisa jadi kayak ibu saya. yang ketika bete, marah, ataupun tersakiti bisa tersenyum, bahkan berlaku ramah pada pihak si pelaku.
saya kepingiiiin banget punya ketulusan kayak beliau yang bisa tahan emosi pas kesel, atau minimal deh, ga munculin muka bete ke permukaan. sumpah saya pingin banget bisa kayak gitu.

ini bukan tentang rumah tangga saya kok :)
saya cuma lagi kesel sama diri sendiri: atas ketidakmampuan mengelola emosi-emosi yang bergejolak dengan apik.
ga kayak Ibu. atau suami saya yang bisa easy going dan ga terlalu masukin semua stimulus ke hati.

saya ga bisa. ya ampuuuunnnn.. kenapa ya saya perasa banget jadi orang?

beneran deh, semua stimulus pasti saya masukin ke hati. yang negatif terutama.
jadinya ya begini, kepikiran berhari berbulan bertahun. jadi kerak di hati dan itu buruk banget kan?

satu lagi:
kenapa ya saya begitu gampang mengevaluasi keburukan ya dibanding kebaikan?
dan terlalu membanding-bandingkan?

Padahal kan tiap orang ga bisa ya, saya rubah supaya bisa penuhin apa mau saya?

curhat ya jadinya? ;)


by the way, saya nemuin renungan bagus tentang bersyukur nih, tentang sesuatu yang lagi saya coba resapi saat ini.

Saya BERSYUKUR:

1. Untuk istri yang mengatakan malam ini kita hanya makan mie instan, karena itu artinya ia bersamaku bukan dengan orang lain

2. Untuk suami yang hanya duduk malas di sofa menonton TV, karena itu artinya ia berada di rumah dan bukan di bar, kafe, atau di tempat mesum.

3. Untuk anak-anak yang ribut mengeluh tentang banyak hal, karena itu artinya mereka di rumah dan tidak jadi anak jalanan

4. Untuk Tagihan Pajak yang cukup besar, karena itu artinya saya bekerja dan digaji tinggi

5. Untuk sampah dan kotoran bekas pesta yang harus saya bersihkan, karena itu artinya keluarga kami dikelilingi banyak teman

6. Untuk pakaian yang mulai kesempitan, karena itu artinya saya cukup makan

7. Untuk rasa lelah, capai dan penat di penghujung hari, karena itu artinya saya masih mampu bekerja keras

8. Untuk semua kritik yang saya dengar tentang pemerintah, karena itu artinya masih ada kebebasan berpendapat

9. Untuk bunyi alarm keras jam 5 pagi yang membangunkan saya, karena itu artinya saya masih bisa terbangun, masih hidup

10. Untuk semua masalah dan penderitaan hidup yang saya alami, karena itu artinya saya memiliki pengharapan hidup kekal yang penuh suka cita di surga.




Allah, it's all  just about gratitude, rite?



Bukan kebahagiaan yang membuat kita bersyukur namun bersyukurlah yang membuat kita bahagia




"..Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
 (Quran Surah. Luqman:12)

Ga penting, tapi signifikan..

perubahan panggilan yaa, sodara-sodara..
(haha, berasa banyak yang baca aja gitu blognya? ^__^)

karna sudah terbiasa dari kandungan, dan sepertinya dia sangat menikmati sebutan ituuu.. dan juga cuma mau menengok kalo dipanggil dengan nama ituuuu..

Okey 'Aqilla, kembali ke khittahmu, Nak. hehe..
let's call her "Chiwa", then.

Dan berhubung sayah mupeng sekali dipanggil Bunda sejak zaman dinosaurus dahulu kalaaaa...
plissssss.... panggil saya Bunda Chiwa aja yaaa? *maksa

berhubung Abhiwa nya kagak mau ganti panggilan jadi "Ayah", "Abah", "Baba", ato yang lainnya.. biarlah dia tetap Abhiwa.. yeahh.. ya sudaahhhlaahh.. "bagimu panggilanmu, bagiku panggilanku.." hihihi..

Kok beda? yooo biarlah.. kan saya udah pernah cerita di sini, tentang bagaimana bedanya kami.. yang saya suka pasti dia nggak, gitu juga sebaliknya. termasuk urusan panggil-memanggil ini. hehe.. serius dah, Dzaky tetep kekeuh sama panggilan "Abhiwa".

Yosh, beda tak mengapa, yang penting kan kami tetap sejiwa.. :D

Baiklah sodara-sodara, ini emang ga penting, tapi signifikan..
jadi jangan binun ya kalo berkunjung ke sini (emang ada yang, Tam? hehe..),
oknum berinisial 'Aqilla selanjutnya akan disebut dengan "Chiwa"
trus saya jadi "Bunda" (pliss ya pliss ya, Bunda aja? hehe, maksa teruss)

Sekian dan terimakasih
Wassalamu'alaykum warahmatullah wabarakatuh
(berasa abis ngumumin pidato negara deh saya)

SalamSuper
TaDzakA
TamiDzaky'Aqilla

Pejamkan mata dan sebutlah sepuluh nama yang paling kau cintai dalam hidup ini

Saya ambil topik tersebut dari blog ini.


Bismillaaah, saya memejamkan mata, dan yaa...
kalian, sepuluh nama yang paling saya cintai dalam hidup ini:

1. Ibu.
Untuk senyumnya yang ga pernah lepas, sebandel apapun saya di masa remaja. Untuk pengorbanannya yang begitu luas dan tulus. Untuk kemudahannya dimintai bantuan-bahkan- lebih sering tanpa perlu saya mintai terlebih dahulu. Untuk bijaknya dalam mendidik anak -Ibu, bisa kah aku sepertimu?-. Untuk syurga di telapak kakinya yang terasa sangat suliiiiit untuk saya gapai mengingat semesta kebaikan-kebaikannya dan seuprit pengabdian saya. Untuk setengah jiwa yang saya dapati darinya 20 Juni sembilan belas tahun silam.

Ibu, aku mencintaimu dalam sadar dan tidak sadarku. aku mencintaimu, Bu.
aku ingin jadi shalihah karena hanya dengan itu Allah 'kan kabulkan pintaku padaNya untukmu:
sebaik-baik istana menjulang di syurgaNya sana.


2. Kanda-ku.
makhluk baru dalam kehidupan saya. Hehe. saya mencintainya melalui jalan pelangi yang kami titi setahun ini. bukan sesiapa yang tiba-tiba saja berjuang untuk dunia-akhirat saya.
Saya mencintainya untuk senyumnya. tawanya. candanya. cerianya.
untuk sepanjang jalan margonda yang kami lalui bersama hampir di tiap pagi.
saya pun mencintainya untuk sejuta perbedaan yang ada diantara kami.
saya cinta saat ia mengernyit dan berseloroh, "Leeeebaaaayyyyy..", tiap kali membaca tulisan saya tentangnya. tentang kami. ^_*

Sayang, sayang, sayang, ini kan yang kita sebut dengan kesejiwaan? ;)


3. 'Aqilla Humairaa Shalihah.
Saya sudah membagi separuh jiwa padanya semenjak detak jantungnya mengedip di layar USG RSIA Graha Permata Ibu sepuluh bulan yang lalu.

Perlukah kalimat lain untuk menjelaskan cinta Umhiwa padamu, Nak?


4. Swit.
Sahabat terbaik. Lebih banyak menanyakan kabar dibanding ditanya. Lebih banyak menelepon lebih dulu daripada sebaliknya.
Setiap mendengar ceritanya. perjuangan jilbabnya. semangat mengejar cita-citanya, saya cuma bisa malu. dia satu-satunya sahabat yang hampir selalu hadir setiap saat saya butuh dikuatkan.

Makasih ya Wit.. semoga Allah sahabatkan kita lagi di syurga nanti.


5. Mbah Kung dan Mbah Uti. Kalian sepaket untukku! :)


6. Dea Adhicita Shalihah.
kamu tulus, Dey, ga kayak aku: artifisial..
 
Chiw, jika kelak kau bertanya dari mana asal namamu, cukup baca posting Umhiwa yang ini ya.. :)



7. Anggo & Adi. I count you both once!


8. Yang Niz


9. Nesya Eka Putri


10. Tias Poltek temen ex-**** saya.







Mungkin kesepuluh nama itu ga rutin hadir dalam do'a malam saya.
Mungkin juga kesepuluh nama itu bukan orang yang rajin saya sambangi via sms atau telpon.
sesuai instruksi, saya cuma memejamkan mata, dan kesepuluh orang ini lah yang hadir pertama kali di pelupuk mata.
saya cinta kalian, wahai sepuluh orang disini, serta jutaan orang lainnya di luar sana! :)

Do'a 'Aqilla malam ini

Allah, tolong jagain temen-temen bayi aku ya di Mentawai, Merapi, dan Wasior.
Kasih mereka makan yang cukup, tempat bobok yang anget, juga baju yang kering.

oh ya, jangan lupa ingetin Ummi Abi mereka supaya tetep ada di deket mereka.

Allah, aku anak shalihah kan ya? Ummi bilang, anak shalihah disayang Allah, didenger do'anya.


aku mau jadi anak shalihah supaya Allah kabulin do'a nya aku.



Allah, jagain temen-temen bayi aku ya di sana... makasih Allah. Udah ya, aku mau tidur dulu.

amin.

kita namai ini; kesejiwaan?

Saya telah mengenal lelaki ini hampir sembilan tahun lamanya.

Dimulai dari Sekolah Menengah Pertama saya di 30. Tingkat 3 tepatnya, sebab saat itulah takdirNya dan nilai rapot mendudukkan kami di kelas yang sama. kelas unggulan (katanya, hehe..).

dia bukan sesiapa saat kami masih berstatus "anak baru" SMP.
Ah, saat sudah sekelas pun dia masih belum sesiapa. hanya saja, jabatannya sebagai Ketua Kelas, dan saya (dengan takdirNya pula) sebagai Bendahara, terkadang membuat saya harus bersinggung kalimat dengannya. Entah membicarakan anggaran kelas, kesepakatan iuran kas, entah persiapan lomba menghias kelas menyambut hari kemerdekaan.

Saat itu, saya cukup tau namanya. nama lengkapnya. dimana tempat tinggalnya. kelakukan-kelakuannya di kelas. juga sedikit nilai-nilai ujiannya :)

Cakrawala saya tentang lelaki itu mulai bertambah saat saya-dan dia- masuk SMA -yangsamatentunya-.

saya dan dia bertemu di ruang OSIS, juga di sela rapat gabungan rohis.
Belakangan saya jadi tahu lebih banyak,
tentang caranya berbicara. pola pikirnya. juga sedikit kuat-lemahnya.

Hmm, belakangan saya pun jadi lebih sering melihatnya.
entah serius di belakang berkas LPJ dan sebotol tinta cap OSIS,
entah berkerut di hadapan khalayak syuraa' rohis rutinan,
entah wibawa memimpin barisan anak-anak baru yang ramai dengan atribut MOS mereka.

serius-berkerut-wibawa?
Ah ya, si Lelaki itu, memang begitu ia adanya.


Rasanya seperti baru saja semuanya berlalu. SMP: Kelas 1... 2... dan 3 sampai beranjak SMA: kelas X... XI.. dan XII

Rasanya baru kemarin semua itu berlalu,
dan tahu-tahu saja Allah menakdirkan kami duduk semeja di hadapan Ayahanda 18 Juli 2009 yang lalu.

Ya, belum banyak yang saya ketahui tentang nya: si Lelaki ini.
hanya bertambah seputar kondisi keluarganya, keuangannya, visi-misi, serta beberapa mimpi besarnya yang Lelaki itu ingin capai dengan saya.

Ah, Lelaki itu..
selepas akad diucap dan kami mulai hidup bersama, belakangan saya tahu bahwa saya belum mengenalnya sama sekali!

kami sungguh berbeda -entahkenapa- hampir dalam segala hal.

saya tipikal acak-abstrak, sedang Lelaki itu sungguh-sungguh teratur-konkrit.
saya senang dengan konsep besaaaaarr sehingga tak jarang membuat saya melayang, lupa dengan pelaksanaan.
Lelaki itu? dia konseptor sekaligus eksekutor yang apik sungguh.

saya senang bermain dengan kata. menyelam dalam kalimat. tenggelam dalam makna.
Lelaki itu tidak. ia senang matematika. ~_~

Jika kemudian saya menyenangi hal-hal romantis. kejutan-kejutan kecil yang manis. ataupun sekadar panggilan sayang,
maka buat Lelaki itu, membuat kejutan, romantis, atau panggilan sayang adalah bukan keahliannya. dan sungguh-sungguh bukan keahliannya.

saya ekspresif! saya bisa tertawa terbahak-bahak; juga menangis meraung-raung dalam titik-titik ekstrim saya. saya senang bercerita -bercerita apa saja tentang yang terlintas: kuliah pagi tadi, kejadian di jalan, atau sekadar berita di koran.
Lelaki itu beda, dalam polar emosi nya saja ia masih bisa tenang. seumur 9 tahun kebersamaan ini, saya hanya pernah melihatnya menangis beberapa kali. itu pun dalam kondisi tangisan saya sudah bukan ada lagi. tapi dahsyat. badai. hehe.

saya juga senang menunggu, Bagi saya, menunggu itu berarti waktu tambahan untuk menikmati sekitar, juga cukup untuk bertilawah walau hanya sebentar.
Buat si Lelaki, menunggu berarti menaikkan emosi nya ke titik didih puncak *hahay!


Allah nyatanya memang mencipta kami dalam orbit yang berbeda.
apa yang dia suka, bisa dipastikan tidak saya suka.
begitu juga dengan apa yang saya suka, aha! ternyata dia benci itu setengah jiwa.

Bersama ia, Lelaki itu, saya seakan naik turun gunung, menelusur hutan rimbun, kemah di lembah, menggantang asap di kaki langit, terkadang juga terasa seperti mencacah satu-satu butir pasir di pantai.

Berbeda. hingga saat ini pun saya masih tertakjub dengan perbedaan-perbedaan lain yang baru saya temukan belakangan ini. saya dan dia berbeda. sungguh beda.

Ah Allah, cara MU mengambilku dari rusuknya memang sungguh manis..

karna dalam perbedaan itu pula kami belajar untuk tetap berpegang erat.
ada kalanya saya yang harus memelankan laju, ada pula saatnya ia yang harus berpelan jalan.
tentu, terlebih sering kami sama-sama berlari untuk saling menyeimbangi.


Ah Allah, cara MU mengambilku dari rusuknya memang sungguh manis..

sebab dalam perbedaan itu pula saya temukan cinta. pengertian. kasih. kebersamaan. hangat. berapatan. air mata. usapan. bahu. tawa. canda. ceria.

hingga menjelmalah hari-hari saya menjadi bahagia.

saya dan dia -Lelaki itu- berbeda sungguh.
tapi didalamnya pula kami larutkan cinta seluruh. biar ia meluap-ruah hingga membuat semua itu hanya terpersepsi indah. indah. indah. indah.

Ah, Sayang, dengan apa kita namai ini; kesejiwaan?


 


Kecocokan jiwa memang tak selalu sama rumusnya

Ada dua sungai besar yang bertemu dan bermuara di laut yang satu; itu kesamaan...


Ada panas dan dingin yang bertemu untuk mencapai kehangatan.. itu keseimbangan...


Ada hujan lebat berjumpa tanah subur. lalu tumbuh taman; itu kegenapan


Tapi satu hal tetap sama...


Mereka cocok karena bersama bertasbih memuji Alloh


Seperti segala sesuatu yang di langit & bumi


Ruku' pada keagunganNya


Dan...


"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?"


-ROHIS 34 2009- 

(taken from here)
 

Lelaki itu, Ahmad Dzaky Hanif, terimakasih untuk semua perbedaan yang membuat jemari kita makin mengerat di tiap detiknya..

Search

 

Followers

Rumah Bahagia ^__^ Copyright © 2011 | Tema diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger